Balangan (KATAKUNCI) – Isu pertambangan selalu menjadi pembahasan menarik di kalangan warga, terlebih di Kalimantan Selatan. Karena Kalsel sendiri merupakan salah satu provinsi di Indonesia penghasil batu bara terbesar. Daerah ini memiliki luas 38.744 kilometer persegi, atau setara 58 kali luas Provinsi DKI Jakarta.
Di Provinsi Kalsel ini pula beroperasi perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia yaitu PT Adaro Indonesia yang beroperasi di dua kabupaten ; Tabalong dan Balangan.
Adaro Indonesia, sudah selayaknya turut serta memainkan peran signifikan dalam pembangunan daerah sekitar terkhusus untuk Kabupaten Balangan di Kalimantan Selatan, tempat perusahaan ini beroperasi.
Sejauh ini beberapa kontribusi Adaro terhadap pembangunan di Balangan dapat dilihat dari berbagai sektor, seperti penciptaan lapangan kerja, program tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR), pembangunan infrastruktur, peningkatan pendapatan daerah melalui pajak dan royalti, pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan.
Dari sana bisa dilihat bahwa Adaro memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial di Kabupaten Balangan, meskipun tentu saja ada tantangan terkait dengan keberlanjutan dan dampak lingkungan yang harus dikelola dengan hati-hati. Terutama untuk mempersiapkan Kabupaten Balangan pasca-tambang.
Sebagai perusahaan besar di industri pertambangan, Adaro Indonesia dihadapkan pada tantangan besar terkait keberlanjutan dan dampak lingkungan. Meskipun perusahaan ini telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas pertambangannya, masih banyak yang mengkritik industri batubara secara keseluruhan karena kontribusinya terhadap perubahan iklim global. Oleh karena itu, banyak yang berharap Adaro bisa berinvestasi lebih banyak dalam merawat lingkungan.
Menghadapi fase pasca-tambang, Adaro Indonesia perlu merencanakan dan melaksanakan beberapa langkah penting untuk memastikan keberlanjutan lingkungan di Balangan setelah kegiatan penambangan berakhir.
Hal yang paling pertama yang harus menjadi perhatian tentunya adalah Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan. Setelah tambang beroperasi, Adaro harus melakukan reklamasi lahan untuk mengembalikan fungsi ekologis tanah yang terdegradasi. Ini termasuk penanaman vegetasi lokal, pengelolaan tanah, dan pengendalian erosi.
Kemudian rehabilitasi ekosistem. Proses rehabilitasi harus melibatkan pemulihan habitat alam dan biodiversitas yang terdampak oleh penambangan. Menanam pohon dan memperkenalkan kembali spesies lokal guna membantu mengembalikan keseimbangan ekosistem.
Selain itu, Adaro juga harus menangani limbah berbahaya seperti air asam tambang (AMD) dan bahan kimia yang mungkin tercemar. Penanganan yang tepat sangat penting untuk mencegah pencemaran tanah dan air yang dapat merusak lingkungan dan sumber daya alam di sekitar Balangan.
Untuk memastikan keberhasilan beberapa point hal di atas, Adaro perlu menjalankan pemantauan berkelanjutan terhadap kualitas air, udara, dan tanah di daerah yang terkena dampak tambang.
Langkah-langkah antisipatif terkait dampak lingkungan ini mungkin sudah dilakukan oleh Adaro, namun tidak banyak masyarakat mengetahui hal tersebut, sehingga anggapan Adaro akan meninggalkan warisan “alam yang rusak” pasca-tambang akan terus menjadi sentimen negatif di tengah masyarakat, terlebih bagi komunitas pencinta lingkungan.
Untuk itu, menjadi hal penting bagi Adaro untuk gencar melakukan ekspose mengenai kepedulian Adaro terhadap lingkungan, bukan hanya saat tambang aktif saat ini, namun juga nasib lingkungan pasca-tambang.
Tata kelola pertambangan mutlak harus dilandasi hukum dan keadilan untuk menyejahterakan rakyat dan lingkungan tetap lestari.