Tabalong (KATAKUNCI) – Dulu, Deni Irawan adalah seorang perokok. Ia rela menghabiskan hingga dua juta rupiah per bulan hanya untuk rokok. Bukan sembarang rokok, favoritnya “Sehat Tentrem”. Tapi hari-hari itu kini hanya tinggal cerita. Deni sudah berhenti merokok. Alih-alih membakar uang dan paru-paru, sekarang ia memilih membakar semangat di lintasan.
“Sekarang saya pelari,” katanya sambil tersenyum di hadapan puluhan orang. Uang yang dulu dihabiskan untuk rokok, Deni gunakan untuk menunjang aktivitas yang kini digemari. “Uangnya saya pakai buat beli sepatu lari baru.”
Tak hanya soal uang dan olahraga, Deni merasakan perubahan besar dalam kehidupan rumah tangganya. “Dulu kalau mau merokok harus cari tempat, jauh dari anak-istri. Sekarang, pulang kerja saya bisa langsung kumpul sama mereka. Nggak perlu sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.
Bagi Deni, kunci dari semua ini satu yaitu niat.
“Niat yang kuat dalam hati itu kuncinya,” tegasnya.
Perjalanan berhenti merokok bukan hal mudah, tapi bukan berarti mustahil. Cerita Deni Irawan yang sehari-hari bekerja pada bagian Pit Control Section Head PT Adaro Indonesia, menjadi salah satu sorotan dalam Seminar Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025 yang digelar di Public Hall 73 Office Adaro, Kamis, (12/6).
Mengusung tema “Penguatan Program Upaya Berhenti Merokok dan Akupresur untuk Perokok”, seminar ini menghadirkan dua narasumber utama: dr. Heldina Sofia, M.M dari Subkoordinator P2PTM Keswa Napza, dan dr. Nurul Hikmah, SKM, C. Herbalis, pengelola Kestrad dan akupresur bidang Yankes.
Dr. Heldina membuka sesi dengan pesan yang tegas: berhenti merokok bukan sekadar keputusan pribadi, tetapi langkah penting dalam melindungi diri dan masyarakat dari penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke, kanker, dan gangguan pernapasan kronis.
“Penyakit tidak menular ini diam-diam mematikan. Dan rokok adalah salah satu pemicunya,” ujar dr. Heldina.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan, jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang. Yang lebih mengkhawatirkan, 7,4 persen dari mereka adalah anak usia 10–18 tahun. Tren peningkatan di kelompok usia muda ini menjadi alarm keras bagi masa depan.
Tak heran jika Indonesia kini duduk di peringkat kelima dunia dalam jumlah perokok terbanyak, dengan persentase mencapai 38,7%. Fakta ini membuat program Upaya Berhenti Merokok (UBM) jadi makin penting dan mendesak.
Saat ini hampir setiap puskesmas menyediakan layanan Upaya Berhenti Merokok. Penyediaan layanan ini jadi penting salah satunya membantu memperkuat pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok.
Program UBM sendiri bukan cuma tentang larangan merokok. Ada pendekatan yang lebih personal dan manusiawi: skrining nikotin melalui pengukuran kadar karbon monoksida (CO), konseling, terapi, hingga pengobatan alternatif seperti akupresur.
“Akupresur adalah teknik tradisional yang menekan titik-titik tubuh tertentu untuk membantu mengurangi keinginan merokok,” jelas dr. Nurul Hikmah.
Namun, ia menegaskan, metode apa pun tak akan berhasil kalau tidak dimulai dari perubahan dalam diri. “Akar dari segalanya tetap niat dan kesadaran pribadi,” ujarnya.
Perjalanan seperti yang ditempuh oleh Deni memang penuh tantangan, tetapi juga penuh harapan. Jika satu orang bisa memilih hidup lebih sehat, bisa saja itu menginspirasi puluhan orang lain untuk melakukan hal serupa.
Dan siapa tahu, dari niat kecil seperti ingin lebih dekat dengan keluarga, atau punya sepatu baru, lahir masa depan yang bebas asap. Bukan hanya untuk satu orang, tapi untuk generasi berikutnya. (rilis)